“Senin ini kami akan menandatangani kesepahaman di DPR,” kata Ketua Umum Partai Amanat Nasional Hatta Rajasa. Rumah Hatta di Perumahan Golf Mansion, Fatmawati, Jakarta Selatan, beberapa kali menjadi lokasi lobi politik antara dua kubu.
Secara terpisah, Pelaksana Tugas Sekretaris Jenderal Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan Hasto Kristiyanto menyatakan KMP telah setuju untuk menghapus 7 ayat pada 2 pasal UU MD3. “Pasal yang disepakati dihapus yakni Pasal 74 ayat 3, 4, 5, dan 6; serta Pasal 98 ayat 6, 7, dan 8,” ujarnya kepada CNN Indonesia.
Pasal 74 ayat (3) UU MD3 berbunyi, “Setiap pejabat negara atau pejabat pemerintah yang mengabaikan rekomendasi DPR, maka DPR dapat menggunakan hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat, atau hak anggota DPR untuk mengajukan pertanyaan.”
Pasal 74 ayat (4) berbunyi, “Dalam hal pejabat negara atau pejabat pemerintah mengabaikan atau tidak melaksanakan rekomendasi DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPR dapat menggunakan hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat, atau hak anggota DPR untuk mengajukan pertanyaan.”
Pasal 74 ayat (5) berbunyi, “DPR dapat meminta Presiden untuk memberikan sanksi administratif kepada pejabat negara atau pejabat pemerintah yang tidak melaksanakan atau mengabaikan rekomendasi DPR.”
Pasal 74 ayat (6) berbunyi, “Dalam hal badan hukum atau warga negara mengabaikan atau tidak melaksanakan rekomendasi DPR sebagaimana dimaksud pada ayat (1), DPR dapat meminta kepada istansi berwenang untuk dikenai sanksi.
Sementara Pasal 98 ayat (6) berbunyi, “Keputusan dan/atau kesimpulan rapat kerja komisi atau rapat kerja gabungan komisi bersifat mengikat antara DPR dan pemerintah, serta wajib dilaksanakan oleh pemerintah.”
Pasal 98 ayat (7) berbunyi, “Dalam hal pejabat negara dan pejabat pemerintah tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (6), komisi dapat mengusulkan penggunaan hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat, atau hak anggota untuk mengajukan pertanyaan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
Pasal 98 ayat (8) berbunyi, “DPR dapat meminta Presiden untuk memberikan sanksi administratif kepada pejabat negara dan pejabat penerintah yang tidak melaksanakan kewajiban sebagaimana dimaksud pada ayat (6).”
Menurut Hasto, Pasal 74 ayat 3, 4, 5, dan 6 sepakat dihapus karena tumpang tindih denga Pasal 73 ayat 1, 2, dan 3. Pasal tersebut juga mengatur wewenang DPR untuk memanggil pejabat negara dan menggunakan hak interpelasi, hak angket, hak menyatakan pendapat, atau hak mengajukan pertanyaan apabila pejabat negara tersebut tidak memenuhi panggilan DPR tiga kali berturut-turut.
“Intinya, kami tetap menghormati DPR dengan hak interpelasi, hak angket, dan menyatakan pendapatnya,” ujar Hasto.
Hak interpelasi adalah hak untuk meminta keterangan kepada pemerintah mengenai kebijakan yang penting, strategis, dan berdampak luas pada kehidupan bermasyarakat dan bernegara. Sementara hak angket yakni hak untuk melakukan penyelidikan terhadap kebijakan pemerintah yang diduga bertentangan dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. (cnn)
Tag :
Parlemen