Pakar politik dari Universitas Parahyangan Bandung Prof Asep Warlan Yusuf melihat, mentoknya perdamaian karena KIH terlalu banyak permintaan. Sudah dikasih 16 alat kelengkapan dewan, eh sekarang minta lagi hal yang lebih serius.
"Ibarat pepatah, KIH ini sudah dikasih hati minta jantung," katanya kepada Kantor Berita Politik RMOL sesaat lalu (Kamis, 13/11).
Asep menduga, permintaan KIH untuk menghapus pasal 74 dan 98 UU MD3 itu karena takut Jokowi senasib dengan Gus Dur yang dilengserkan di tengah jalan. Makanya, saat ada celah perdamaian dengan KMP, KIH mendorong agar mekanisme hak menyatakan pendapat DPR diperketat.
"Mereka takut pasal-pasal yang menyangkut hak menyatakan pendapat digunakan KMP tidak hanya atas tindakan kriminal tapi juga kebijakan-kebijakan politik presiden. Mereka tidak ingin pasal tersebut terlalu luas yang memungkinkan KMP leluasa menggulirkan hak menyatakan pendapat," jelasnya.
Permintaan ini, lanjutnya, sudah hampir pasti ditolak KMP. Sebab, jika pasal-pasal itu dihapus, KMP tidak akan bergigi lagi. Bukan hanya itu, fungsi DPR juga jadi berkurang.
Kata Asep, hak DPR bertanya ke presiden sebenarnya sudah ada sebelum UUD 1945 diamandemen. Dalam naskah asli UUD 1945 sebelum amandemen disebutkan bahwa presiden punya kekuasaan tidak terbatas tapi bisa dimintai pertanggungjawaban secara hukum. Kemudian, dalam pasal 7 UUD 1945 hasil amandemen keempat disebutkan, presiden dapat diberhentikan jika melawan UUD, melakukan pengkhianatan terhadap negara, dan melakukan perbuatan kriminal.
Asep tidak setuju dengan anggapan pasal-pasal yang menyangkut hak menyatakan pendapat dalam UU MD3 mengaburkan sistem presidensial yang dianut Indonesia. Kata dia, pasal-pasal itu tidak berkaitan dengan sistem presidensial atau parlementer. Pasal tersebut adalah turunan dari UUD 1945.
"Konstitusi kita mengatur seperti itu, bahwa presiden dapat dimintai pertanggungjawaban baik di awal, di tengah, maupun di akhir masa jabatannya. Pasal-pasal dalam UU MD3 adalah penjabaran mekanisme dari UUD 1945," tandasnya(rmol)
Tag :
Parlemen