"Jokowi melanggar UU 12/2014 tentang Perubahan Atas UU 23/2013 tentang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Tahun Anggaran 2014," kata peneliti Institute for Global Justice (IGJ), Salamuddin Daeng, beberapa saat lalu (Selasa, 18/11).
Salamuddin menjelaskan, dalam Pasal 14 Ayat 13, anggaran untuk subsidi energi yang merupakan bagian dari Program Pengelolaan Subsidi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat disesuaikan dengan kebutuhan realisasi pada tahun anggaran berjalan berdasarkan realisasi harga minyak mentah (ICP) dan nilai tukar rupiah. Sementara saat ini harga minyak mentah dunia jatuh, bahkan telah berada dibawah 80 dolar AS barel. Dengan demikian tidak ada alasan bagi pemerintah Jokowi menaikkan harga BBM.
Salamuddin melanjutkan, kewajiban pemerintah Jokowi-JK meminta persetujuan DPR jika menaikkan harga BBM kembali diatur dalam UU 27/20t4 Tentang Anggaran Pendapatan Dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2015. Dalam Pasal 13 ayat 3 Anggaran untuk subsidi sebagaimana dimaksud pada ayat 3 Anggaran untuk subsidi sebagaimana dimaksud pada ayat 1 dapat disesuaikan dengan kebutuhan realisasi pada tahun anggaran berjalan berdasarkan perubahan parameter dan/atau realisasi harga minyak mentah (ICP) dan nilai tukar rupiah.
Sementara Ayat 4 dalam hal perubahan parameter sebagaimana dimaksud pada ayat 3 berupa perubahan volume Bahan Bakar Minyak (BBM) bersubsidi, pemerintah membahas perubahan tersebut dengan komisi terkait di DPR RI untuk mendapatkan persetujuan.
"Keputusan Jokowi yang menaikkan harga premium menjadi Rp 8.500 dan solar menjadi Rp 7.500 adalah kebijakan illegal dan Jokowi dapat di-impeach oleh DPR," demikian Salamuddin(rmol)