Abadijaya News : Langkah pemerintahan yang di pimpin Joko Widodo-Jusuf Kalla terkait pengalihan subsidi Bahan Bakar Minyak (BBM) yang tanpa persetujuan dari DPR terus mendapat kritik dari berbagai kalangan.
Sebab, langkah yang ditempuh Jokowi menunjukan sikap arogansi seorang pemimpin.
Menanggapi
hal tersebut, Ketua DPP Partai Golkar yang membidangi masalah Sumber
Daya Manusia (SDM), Muhammad Aziz Syamsuddin mengatakan, mungkin itu
gaya pemerintahan dengan slogan revolusi mental.
"Revolusi mental kan?" kata Aziz saat dihubungi.
Sebelumnya,
koordinator investigasi dan advokasi Forum Indonesia untuk Transparansi
Anggaran (Fitra), Uchok Sky Khadafi mengatakan, Presiden Joko Widodo
kembali berbuat sewenang-wenang soal pengalihan subsidi dari Bahan Bakar
Minyak (BBM).
Sebab, langkah Jokowi melakukan
pengalihan subsidi tak meminta persetujuan dari DPR RI, dalam hal ini
komisi yang terkait, yakni Komisi VII DPR yang membidangi masalah
energi.
Menurut dia, perbuatan sewenang-wenang
Jokowi yang pertama yakni saat peluncuran Kartu Indonesia Sehat (KIS),
Kartu Indonesia Pintar (KIP) dan Kartu Keluarga Sejahtera (KKS), kedua
soal pengalihan subsidi BBM yang juga tanpa persetujuan DPR.
Dirinya
pun mendesak agar DPR menolak penaikan harga BBM bersubsidi tersebut.
Sebab, hal itu dilakukan tanpa pembahasan dengan DPR.
"Penaikan
harga BBM ini, DPR harus bersikap, dan menolak penaikan harga BBM ini
karena tidak ada pembicara atau pembahasan antara DPR dengan Presiden,"
kata dia.
Sebelumnya, Presiden Joko Widodo
telah resmi mengumumkan penaikan harga Bahan Bakar Minyak (BBM)
bersubsidi sebesar Rp 2.000, Senin (17/11) malam, di Istana Negara,
Jakarta.
Dimana harga BBM jenis premiun
sebelumnya Rp 6.500 menjadi Rp 8.500. Sedangkan untuk jenis solar, dari
semula seharga Rp 5.500 menjadi Rp 7.500 per liter. Harga tersebut mulai
berlaku pada tanggal 18 November 2014, pukul 00.00 WIB
Untuk
diketahui, dalam APBN 2014 Pasal 14 poin 14 disebutkan, penetapan
perubahan realisasi dan proyeksi parameter subsidi energi sebagaiaman
dimaksud ayat 13 dilaksanakan setelah mendapat persetujuan komisi
terkait di DPR RI.
Namun, dalam APBN P 2014 pasal 14 poin 14 dihilangkan, artinya pemerintah tak perlu persetujuan dari DPR soal penaikan BBM.
Tag :
Kabinet