Kontroversi proyek kereta cepat Jakarta-Bandung mencuat dahsyat meski baru pekan lalu Presiden Joko Widodo meresmikan pembangunannya. Dari politikus sampai ekonom, semua menyampaikan nada minor atas 'proyek mahal dan berisiko' dari Menteri BUMN Rini Soemarno itu. Berbagai kalangan sangat khawatir, Jokowi 'dijerumuskan' oleh agenda tertentu dari pembantunya tersebut.
Sejak awal sudah muncul kritik dari para pakar dan politikus atas proyek kereta cepat (high speed train/HST) rute Jakarta-Bandung, yang merupakan proyek business to business (B to B) antara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan Tiongkok.
Bahkan publik pun mempertanyakan alasan Rini Soemarno ikut campur dalam proyek transportasi massal yang seharusnya menjadi kewenangan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan. Rini malah seakan bergerak sendiri menyepakati proyek infrastruktur prestisius itu, tanpa melibatkan kementerian teknis, dalam hal ini Kementerian Perhubungan.
Mantan Menkumham Yusril Ihza Mahendra menilai proyek grusa-grusu itu justru bisa menjontrongkan Presiden Jokowi ke dalam masalah baru. Mengapa? Ada beberapa persoalan yang digarisbawahi oleh ekonom Faisal Basri, yang seyogianya jadi perhatian besar negara dan masyarakat.
Yakni pertama, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung dinilai memiliki agenda khusus yang dibawa Menteri BUMN Rini Soemarno. Pasalnya, dalam proyek ini keterlibatan Rini jauh lebih intens daripada Menteri Perhubungan (Menhub) Ignasius Jonan. Ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri menegaskan hal itu seraya menambahkan, Indonesia jangan mau dijadikan tempat 'pembuangan sampah' Tiongkok terkait proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.
Saat ini Tiongkok (China) kelebihan kapasitas sehingga kesulitan membuang hasil industrinya tersebut ke seluruh dunia, salah satunya dengan ikut proyek prestisius kereta cepat Jakarta-Bandung tersebut. Seperti diketahui, sebanyak 60% pembiayaan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung hasil pinjaman lunak China Development Bank (CDB). Sisanya dibiayai Indonesia melalui konsorsium kereta cepat.
Atas dasar itu, Faisal meminta pemerintah agar tidak terlena dengan pinjaman yang diberikan Negeri Tirai Bambu tersebut. Pasalnya, saat ini kondisi perekonomian Tiongkok tengah dalam kondisi yang kurang baik. Ekonomi Tiongkok sedang terjerembab.
Kedua, Faisal mencium ada vested interest dari blok Rini Soemarno. Apalagi BUMN kita sangat memiliki kepentingan kepada investor kereta cepat yakni Tiongkok. Hal ini disebabkan ada kaitan antara proyek kereta cepat itu dengan pinjaman yang diberikan CDB kepada tiga bank pelat merah yakni Mandiri, BNI dan BRI.
Lantas apa kaitannya dengan pinjaman yang diberikan ke Bank Mandiri, BNI, dan BRI yang masing-masing mencapai US$1 miliar?
"Ini soal vested interest (kepentingan bercokol). Ini hubungannya apa? Jadi, menurut saya, ini harus dibuka dan terang benderang supaya Pak Jokowi tidak dijerumuskan oleh para pembantunya, oleh para menterinya," tambah Faisal.
Faisal menuding proyek yang ditaksir menelan investasi US$5,5 miliar itu sarat kepentingan pribadi dari Menteri BUMN Rini Soemarno, yang diketahui menjadi penghubung Indonesia guna menjaring investasi dari Tiongkok.
Faisal mensinyalir penunjukkan China Railway International Co Ltd sebagai kontraktor dalam proyek, tak lepas dari adanya pinjaman Tiongkok kepada beberapa bank pelat merah seperti PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, dan PT Bank Negara Indonesia Tbk pada tahun lalu. Faisal menilai, sinergi BUMN yang digembar-gemborkan dalam proyek ini tidak dapat dijadikan pembenaran bahwa kereta cepat tidak dibiayai dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Dalam kaitan ini, Direktur Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menyelidiki proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung, karena diduga ada permainan pejabat negara. "KPK harus bongkar berapa fee untuk oknum pemerintah jika memang ada, sehingga pinjaman China masuk ke bank pelat merah yang mendukung proyek itu," katanya.
Menurutnya, meskipun anggaran bukan dari APBN, tapi dengan adanya pinjaman dari Tiongkok itu sama saja uang nasabah milik bank pelat merah yang akan dirampok untuk membiayai bunga dan pokok pinjaman tersebut.
"Jadi proyek ambisius itu merugikan. Saya setuju dengan pendapat Faisal Basri, pembangunan kereta cepat yang dilakukan China Railway akhirnya sangat merugikan," ujarnya.
Politikus PDIP Effendi Simbolon juga menilai, proyek kereta api cepat bakal menimbulkan banyak masalah kedepannya. Menurut Effendi, tidak adanya transparasi dalam pembangunan proyek tersebut. Dia juga menerangkan pembangunan kereta cepat seharusnya berada di luar Pulau Jawa.
"Pembangunan ini tidak satupun memiliki alasan yang bisa diterima akal sehat. Sebelum ini jadi masalah dan sebelum KPK nanti masuk, kami minta agar presiden menunda proyek ini. Jangan sampai hal itu (kasus pembelian Bus TransJakarta) diulang lagi dengan kasus kereta cepat," jelasnya.
"Dari dulu sudah diusulkan pembangunan kereta barang dari berbagai kawasan industri di sekitar Cikarang, Cikampek, Karawang dan Bekasi agar truk-truk yang memuat hasil produksi dari kawasan industri itu tidak membebani jalan tol dan akan lebih baik buat pengembangan kawasan industri. Ini yang utama tidak dijalankan, malah membangun kereta cepat," tandas Effendi Simbolon.
Pembangunan kereta cepat yang terpusat di Jawa atau Jawa Centris, memang tidak layak karena masih banyak infrastrukur yang dibutuhkan di daerah-daerah lain. Para analis dan politikus melihat, akan lebih efektif mendukung program infrastruktur ketimbang proyek kereta cepat yang kontroversial ini.
Pembangunan kereta api cepat ini jelas hanya akan dinikmati segelintir orang saja, sementara rakyat kebanyakan sama sekali tidak akan mendapatkan manfaat. Kita khawatir, pembangunan kereta cepat juga tidak transparan dan tak akuntabel. Padahal masyarakat seharusnya mendapatkan pemaparan lebih jauh agar tidak menimbulkan curiga dan syakwasangka. Belum terlambat, proyek kontroversial itu bisa ditinjau kembali, atau mungkin malah mangkrak karena bau sangit agenda tersembunyi(inilah)
Sejak awal sudah muncul kritik dari para pakar dan politikus atas proyek kereta cepat (high speed train/HST) rute Jakarta-Bandung, yang merupakan proyek business to business (B to B) antara Badan Usaha Milik Negara (BUMN) dengan Tiongkok.
Bahkan publik pun mempertanyakan alasan Rini Soemarno ikut campur dalam proyek transportasi massal yang seharusnya menjadi kewenangan Menteri Perhubungan Ignasius Jonan. Rini malah seakan bergerak sendiri menyepakati proyek infrastruktur prestisius itu, tanpa melibatkan kementerian teknis, dalam hal ini Kementerian Perhubungan.
Mantan Menkumham Yusril Ihza Mahendra menilai proyek grusa-grusu itu justru bisa menjontrongkan Presiden Jokowi ke dalam masalah baru. Mengapa? Ada beberapa persoalan yang digarisbawahi oleh ekonom Faisal Basri, yang seyogianya jadi perhatian besar negara dan masyarakat.
Yakni pertama, proyek kereta cepat Jakarta-Bandung dinilai memiliki agenda khusus yang dibawa Menteri BUMN Rini Soemarno. Pasalnya, dalam proyek ini keterlibatan Rini jauh lebih intens daripada Menteri Perhubungan (Menhub) Ignasius Jonan. Ekonom Universitas Indonesia (UI) Faisal Basri menegaskan hal itu seraya menambahkan, Indonesia jangan mau dijadikan tempat 'pembuangan sampah' Tiongkok terkait proyek kereta cepat Jakarta-Bandung.
Saat ini Tiongkok (China) kelebihan kapasitas sehingga kesulitan membuang hasil industrinya tersebut ke seluruh dunia, salah satunya dengan ikut proyek prestisius kereta cepat Jakarta-Bandung tersebut. Seperti diketahui, sebanyak 60% pembiayaan proyek kereta cepat Jakarta-Bandung hasil pinjaman lunak China Development Bank (CDB). Sisanya dibiayai Indonesia melalui konsorsium kereta cepat.
Atas dasar itu, Faisal meminta pemerintah agar tidak terlena dengan pinjaman yang diberikan Negeri Tirai Bambu tersebut. Pasalnya, saat ini kondisi perekonomian Tiongkok tengah dalam kondisi yang kurang baik. Ekonomi Tiongkok sedang terjerembab.
Kedua, Faisal mencium ada vested interest dari blok Rini Soemarno. Apalagi BUMN kita sangat memiliki kepentingan kepada investor kereta cepat yakni Tiongkok. Hal ini disebabkan ada kaitan antara proyek kereta cepat itu dengan pinjaman yang diberikan CDB kepada tiga bank pelat merah yakni Mandiri, BNI dan BRI.
Lantas apa kaitannya dengan pinjaman yang diberikan ke Bank Mandiri, BNI, dan BRI yang masing-masing mencapai US$1 miliar?
"Ini soal vested interest (kepentingan bercokol). Ini hubungannya apa? Jadi, menurut saya, ini harus dibuka dan terang benderang supaya Pak Jokowi tidak dijerumuskan oleh para pembantunya, oleh para menterinya," tambah Faisal.
Faisal menuding proyek yang ditaksir menelan investasi US$5,5 miliar itu sarat kepentingan pribadi dari Menteri BUMN Rini Soemarno, yang diketahui menjadi penghubung Indonesia guna menjaring investasi dari Tiongkok.
Faisal mensinyalir penunjukkan China Railway International Co Ltd sebagai kontraktor dalam proyek, tak lepas dari adanya pinjaman Tiongkok kepada beberapa bank pelat merah seperti PT Bank Mandiri Tbk, PT Bank Rakyat Indonesia Tbk, dan PT Bank Negara Indonesia Tbk pada tahun lalu. Faisal menilai, sinergi BUMN yang digembar-gemborkan dalam proyek ini tidak dapat dijadikan pembenaran bahwa kereta cepat tidak dibiayai dari dana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
Dalam kaitan ini, Direktur Center for Budget Analysis (CBA) Uchok Sky Khadafi meminta Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) untuk menyelidiki proyek pembangunan kereta cepat Jakarta-Bandung, karena diduga ada permainan pejabat negara. "KPK harus bongkar berapa fee untuk oknum pemerintah jika memang ada, sehingga pinjaman China masuk ke bank pelat merah yang mendukung proyek itu," katanya.
Menurutnya, meskipun anggaran bukan dari APBN, tapi dengan adanya pinjaman dari Tiongkok itu sama saja uang nasabah milik bank pelat merah yang akan dirampok untuk membiayai bunga dan pokok pinjaman tersebut.
"Jadi proyek ambisius itu merugikan. Saya setuju dengan pendapat Faisal Basri, pembangunan kereta cepat yang dilakukan China Railway akhirnya sangat merugikan," ujarnya.
Politikus PDIP Effendi Simbolon juga menilai, proyek kereta api cepat bakal menimbulkan banyak masalah kedepannya. Menurut Effendi, tidak adanya transparasi dalam pembangunan proyek tersebut. Dia juga menerangkan pembangunan kereta cepat seharusnya berada di luar Pulau Jawa.
"Pembangunan ini tidak satupun memiliki alasan yang bisa diterima akal sehat. Sebelum ini jadi masalah dan sebelum KPK nanti masuk, kami minta agar presiden menunda proyek ini. Jangan sampai hal itu (kasus pembelian Bus TransJakarta) diulang lagi dengan kasus kereta cepat," jelasnya.
"Dari dulu sudah diusulkan pembangunan kereta barang dari berbagai kawasan industri di sekitar Cikarang, Cikampek, Karawang dan Bekasi agar truk-truk yang memuat hasil produksi dari kawasan industri itu tidak membebani jalan tol dan akan lebih baik buat pengembangan kawasan industri. Ini yang utama tidak dijalankan, malah membangun kereta cepat," tandas Effendi Simbolon.
Pembangunan kereta cepat yang terpusat di Jawa atau Jawa Centris, memang tidak layak karena masih banyak infrastrukur yang dibutuhkan di daerah-daerah lain. Para analis dan politikus melihat, akan lebih efektif mendukung program infrastruktur ketimbang proyek kereta cepat yang kontroversial ini.
Pembangunan kereta api cepat ini jelas hanya akan dinikmati segelintir orang saja, sementara rakyat kebanyakan sama sekali tidak akan mendapatkan manfaat. Kita khawatir, pembangunan kereta cepat juga tidak transparan dan tak akuntabel. Padahal masyarakat seharusnya mendapatkan pemaparan lebih jauh agar tidak menimbulkan curiga dan syakwasangka. Belum terlambat, proyek kontroversial itu bisa ditinjau kembali, atau mungkin malah mangkrak karena bau sangit agenda tersembunyi(inilah)
Tag :
nasional