Jalur Gaza selama 10 tahun hidup di bawah kejamnya blockade demi menekuk Hamas agar tunduk kepada syarat-syarat tim Kuartet Internasional. Penderitaan warga Jalur Gaza semakin berat ketika pemerintah Mesir melakukan sejumlah operasi luas menghancurkan terowongan bawah tanah di perbatasan Mesir dan Jalur Gaza.
Masa depan blockade Jalur Gaza kemungkin dalam tiga sekenario; blockade berlanjut, blockade berkurang, blockade diakhiri. Namun melihat realita saat ini dan sikap-sikap berbagai pihak terkait, sekenario manakah yang lebih mungkin terjadi di fase mendatang?!
Realita yang tidak bisa dihindari Hamas dan kelompok nasional Palestina bahwa mereka harus berusaha bersatu dan rekonsiliasi dan memperbaiki hubungan dengan Mesir, bahkan Arab dan Islam, setelah Turki dan Qatar mendukung Palestina untuk bersama-sama mengakhiri blockade.
Mukadimah:
Blockade menjadi duri dalam daging bagi hampir 2 juta warga Palestina yang hidup dalam sanksi massa sejak awal 2006 hingga sekarang. Meski blockade tidak bisa dilepaskan dari kemenangan dalam pemilu 2006 dan kekuasaannya di tahun 2007, namun warga Jalur Gaza harus membayar harga blockade itu.
Realita Blokade:
Blockade Gaza terkait dengan penyanderaan serdadu Israel Gilad Shalit pada Juni 2006. Namun blockade makin kuat saat Jalur Gaza diperintah Hamas secara militer pertengahan 2007 pasca kemenangannya dalam pemilu. Untuk mengakhiri blockade, Tim Perdamaian Internasional Kuartet memberikan sejumlah syarat; mengakui Israel, komitmen dengan kesepakatan2 yang diteken antara Israel dan PLO dan tidak lagi menggunakan kekerasan.
Namun Hamas yang menolak syarat itu mampu menghadapi kerasnya blockade melalui jaminan bantuan internasional dan mengandalkan barang-barang yang masuk dari terowongan bawah tanah antara Jalur Gaza dan Mesir. Gaji pegawai sempat tertangani dan bahkan mampu menghadapi dua serangan militer Israel ke Jalur Gaza (2008-2009, 2012).
Mesir menghancurkan terowongan bawah di perbatasannya dengan Jalur Gaza setelah presiden Muhammad Mursi pertengahan 2013 dimakzulkan. Lalu lintas barang dan kebutuhan pokok dari bawah tanah terhenti. Dana dari luar ke Jalur Gaza juga terhenti. Perlintasan darat Rafah juga ditutup kecuali dalam waktu yang jarang. Kondisi politik dan lapangan menegang antara Mesir dan Hamas. Bahkan hubungan politik putus. Selama ini Mesir jadi mediator dengan Israel justru terhenti. Krisis ini kemudian semakin keras dihadapi Hamas.
Krisis kemanusiaan terjadi. Pasien, pelajar, dan lainnya tidak bisa keluar dari Jalur Gaza. Selama 2015 bahkan hanya 21 hari saja perlintasan Rafah dibuka. Obat-obatan, komoditas, sangat terbatas masuk Jalur Gaza. Sementara perlintasan yang berbatasan dengan Israel “Karm Abu Salem”, yang digunakan untuk lalu lintas barang dari dan ke Israel bisa dibilang mati suri. Ekonomi Jalur Gaza pun hancur. Jalur Gaza kehilangan keamanan pangan, air bersih tercemar, rekontruksi pasca akibat kehancuran perang di Jalur Gaza tahun 2014 tidak berjalan, tingkat kemiskinan tinggi, pengangguran mencapai 42%.
Kelompok-kelompok di Palestina dan pengamat menuding presiden Mahmud Abbas dan Fatah sengaja melakukan operasi politik mendukung blokade Jalur Gaza sebagai alat memaksa Hamas dan meminggirkannya. Abbas dan pemerintahannya tidak melakukan tindakan riil apapun membebaskan Jalur Gaza dari blokade. Bahkan mendukung Mesir menutup perlintasan Rafah. Presiden Mesir Al-Sisi mengatakan September 2015 lalu bahwa prosedurnya terhadap Jalur Gaza adalah hasil koordinasi penuh dengan otoritas Palestina di Ramallah.
Kedua, selama 2015 delegasi Tim Kuartet Toni Blair gagal menjadi mediator antara Hamas dan Israel soal pembebasan blokade Gaza atau minimalisirnya dengan konpensasi gencatan senjata jangka panjang. Di akhir tahun sejumlah faksi Palestina; Front Demokrasi, Jihad Islami dan Partai Rakyat menawarkan prakarsa kepada Hamas dan Fatah serta pemerintah Hamdallah untuk menyelesaikan krisis perlintasan Rafah; dimana perlintasan ini dikelola oleh tokoh yang disepakati.
Hamas menyambut prakarsa ini namun dengan syarat dikendalikan oleh komite faksi-faksi sampai kesepakatan rekonsiliasi internal Palestina direalisasikan atau pemerintah Palestina menjalankan tanggungjawabnya secara penuh di Gaza. Hamas juga mempertanyakan sikap Mesir terhadap prakarsa ini.
Hamas khawatir prakarsa ini hanya langkah awal membuka jalan bagi pemerintah otoritas Palestina menguasai Jalur Gaza tanpa mempedulikan kesepakatan dan komitmen rekonsiliasi dan partisipasi semua kelompok Palestina di pemerintahan dan PLO. Otoritas Palestina menolak prakarsa Hamas soal komite faksi-faksi yang menangangi perlintasan Rafah.
Sementara Mesir menyatakan seperti dikuti radio Israel bahwa mereka keberatan dengan prakarasa itu karena khawatir pembebasan blokade Jalur Gaza akan memberikan legitimasi kekuasaan Hamas di Jalur Gaza.
Hingga kini pun perlintasan Rafah pun masih ditutup dan militer Israel masih terus mengalirkan air laut ke perbatasan Jalur Gaza. Kerjasama Israel dan Mesir pun makin kuat.
Sekanario:
1. Blokade Jalur Gaza terus berlanjut bahkan kemungkinan makin ketat. Penderitaan rakyat Palestina di Jalur Gaza dari pelajar, pasien hingga rakyat biasa makin sengsara.
2. Blokade berkurang; jika Israel dan dunia internasional khawatir akan terjadi ledakan protes dan kemarahan warga Jalur Gaza atas blokade ini sehingga mereka akan sedikit meringankan blokade. Di sini prakarsa faksi-faksi Palestina bisa jadi akan mendapatkan sambutan.
3. Blokade diakhiri; bisa jadi perundingan antara Israel dan Turki soal pembebasan blokade Jalur Gaza berhasil. Juga terkait kemungkinan perkembangan upaya sejumlah pihak mewujudkan gencatan senjata jangka panjang antara Hamas dan Israel atau terwujudnya rekonsiliasi Palestina dan otoritas Palestina diterima oleh semua pihak menangangi perlintasan Rafah.
Empat; Masa Depan
Melihat situasi dan realitas politik saat ini, kemungkinan sekenario pertama; berlanjutnya blokade akan terjadi. Sebab pihak yang berkuasa; Israel dan Mesir masih melihat blokade sebagai alat efektif menekuk Hamas dan meminggirkannya serta menjatuhkannya. Tidak ada tekanan berarti mengubah politik kedua pihak ini untuk membuka blokade. Dengan kata lain, jika blokade dibuka, Israel dan Mesir tidak memiliki kepentingan alias kepentingan mereka tidak terwujud.
Rekomendasi;
1. Menerapkan pasal-pasal rekonsiliasi Palestina yang sudah disepakati dan mengakhiri perpecahan internal, menyelesaikan semua persoalan terkait perlintasan.
2. Membentuk panitia berbadan hukum khusus terdiri dari para pakar hukum di level Palestina dan Arab untuk mempersiapkan dakwaan yang mampu mengalahkan Israel secara hukum diawali dari Otoritas Palestina, Arab, negara-negara Islam hingga ke pengadilan kriminal internasional untuk mengkriminalkan blokade Jalur Gaza dan memaksa penjajah membebaskan blokade Jalur Gaza.
3. Segera mengakhiri krisis hubungan Hamas dan Mesir dan mendahulukan kepentingan kemanusiaan dan ekonomi terkait perlinatsan.
4. Hamas harus menunjukkan bahwa mereka pihak yang dipercaya oleh rakyat Palestina di Jalur Gaza dengan turun ke jalan dan memperjelas sikapnya.
5. Memanfaatkan tekanan Turki dan Qatar agar melakukan tekanan lebih kuat membebaskan blokade, terutama Turki terkait syarat membebaskan blokade.
6. Mengefektifkan aktifitas media massa untuk mengurani blokade di level media barat untuk mempengaruhi opini internasional.
7. Menggelar aksi tekanan di ibukota-ibukota di seluruh dunia di negara-negara besar untuk mendorong membebaskan blokade Gaza.(ip)
Masa depan blockade Jalur Gaza kemungkin dalam tiga sekenario; blockade berlanjut, blockade berkurang, blockade diakhiri. Namun melihat realita saat ini dan sikap-sikap berbagai pihak terkait, sekenario manakah yang lebih mungkin terjadi di fase mendatang?!
Realita yang tidak bisa dihindari Hamas dan kelompok nasional Palestina bahwa mereka harus berusaha bersatu dan rekonsiliasi dan memperbaiki hubungan dengan Mesir, bahkan Arab dan Islam, setelah Turki dan Qatar mendukung Palestina untuk bersama-sama mengakhiri blockade.
Mukadimah:
Blockade menjadi duri dalam daging bagi hampir 2 juta warga Palestina yang hidup dalam sanksi massa sejak awal 2006 hingga sekarang. Meski blockade tidak bisa dilepaskan dari kemenangan dalam pemilu 2006 dan kekuasaannya di tahun 2007, namun warga Jalur Gaza harus membayar harga blockade itu.
Realita Blokade:
Blockade Gaza terkait dengan penyanderaan serdadu Israel Gilad Shalit pada Juni 2006. Namun blockade makin kuat saat Jalur Gaza diperintah Hamas secara militer pertengahan 2007 pasca kemenangannya dalam pemilu. Untuk mengakhiri blockade, Tim Perdamaian Internasional Kuartet memberikan sejumlah syarat; mengakui Israel, komitmen dengan kesepakatan2 yang diteken antara Israel dan PLO dan tidak lagi menggunakan kekerasan.
Namun Hamas yang menolak syarat itu mampu menghadapi kerasnya blockade melalui jaminan bantuan internasional dan mengandalkan barang-barang yang masuk dari terowongan bawah tanah antara Jalur Gaza dan Mesir. Gaji pegawai sempat tertangani dan bahkan mampu menghadapi dua serangan militer Israel ke Jalur Gaza (2008-2009, 2012).
Mesir menghancurkan terowongan bawah di perbatasannya dengan Jalur Gaza setelah presiden Muhammad Mursi pertengahan 2013 dimakzulkan. Lalu lintas barang dan kebutuhan pokok dari bawah tanah terhenti. Dana dari luar ke Jalur Gaza juga terhenti. Perlintasan darat Rafah juga ditutup kecuali dalam waktu yang jarang. Kondisi politik dan lapangan menegang antara Mesir dan Hamas. Bahkan hubungan politik putus. Selama ini Mesir jadi mediator dengan Israel justru terhenti. Krisis ini kemudian semakin keras dihadapi Hamas.
Krisis kemanusiaan terjadi. Pasien, pelajar, dan lainnya tidak bisa keluar dari Jalur Gaza. Selama 2015 bahkan hanya 21 hari saja perlintasan Rafah dibuka. Obat-obatan, komoditas, sangat terbatas masuk Jalur Gaza. Sementara perlintasan yang berbatasan dengan Israel “Karm Abu Salem”, yang digunakan untuk lalu lintas barang dari dan ke Israel bisa dibilang mati suri. Ekonomi Jalur Gaza pun hancur. Jalur Gaza kehilangan keamanan pangan, air bersih tercemar, rekontruksi pasca akibat kehancuran perang di Jalur Gaza tahun 2014 tidak berjalan, tingkat kemiskinan tinggi, pengangguran mencapai 42%.
Kelompok-kelompok di Palestina dan pengamat menuding presiden Mahmud Abbas dan Fatah sengaja melakukan operasi politik mendukung blokade Jalur Gaza sebagai alat memaksa Hamas dan meminggirkannya. Abbas dan pemerintahannya tidak melakukan tindakan riil apapun membebaskan Jalur Gaza dari blokade. Bahkan mendukung Mesir menutup perlintasan Rafah. Presiden Mesir Al-Sisi mengatakan September 2015 lalu bahwa prosedurnya terhadap Jalur Gaza adalah hasil koordinasi penuh dengan otoritas Palestina di Ramallah.
Kedua, selama 2015 delegasi Tim Kuartet Toni Blair gagal menjadi mediator antara Hamas dan Israel soal pembebasan blokade Gaza atau minimalisirnya dengan konpensasi gencatan senjata jangka panjang. Di akhir tahun sejumlah faksi Palestina; Front Demokrasi, Jihad Islami dan Partai Rakyat menawarkan prakarsa kepada Hamas dan Fatah serta pemerintah Hamdallah untuk menyelesaikan krisis perlintasan Rafah; dimana perlintasan ini dikelola oleh tokoh yang disepakati.
Hamas menyambut prakarsa ini namun dengan syarat dikendalikan oleh komite faksi-faksi sampai kesepakatan rekonsiliasi internal Palestina direalisasikan atau pemerintah Palestina menjalankan tanggungjawabnya secara penuh di Gaza. Hamas juga mempertanyakan sikap Mesir terhadap prakarsa ini.
Hamas khawatir prakarsa ini hanya langkah awal membuka jalan bagi pemerintah otoritas Palestina menguasai Jalur Gaza tanpa mempedulikan kesepakatan dan komitmen rekonsiliasi dan partisipasi semua kelompok Palestina di pemerintahan dan PLO. Otoritas Palestina menolak prakarsa Hamas soal komite faksi-faksi yang menangangi perlintasan Rafah.
Sementara Mesir menyatakan seperti dikuti radio Israel bahwa mereka keberatan dengan prakarasa itu karena khawatir pembebasan blokade Jalur Gaza akan memberikan legitimasi kekuasaan Hamas di Jalur Gaza.
Hingga kini pun perlintasan Rafah pun masih ditutup dan militer Israel masih terus mengalirkan air laut ke perbatasan Jalur Gaza. Kerjasama Israel dan Mesir pun makin kuat.
Sekanario:
1. Blokade Jalur Gaza terus berlanjut bahkan kemungkinan makin ketat. Penderitaan rakyat Palestina di Jalur Gaza dari pelajar, pasien hingga rakyat biasa makin sengsara.
2. Blokade berkurang; jika Israel dan dunia internasional khawatir akan terjadi ledakan protes dan kemarahan warga Jalur Gaza atas blokade ini sehingga mereka akan sedikit meringankan blokade. Di sini prakarsa faksi-faksi Palestina bisa jadi akan mendapatkan sambutan.
3. Blokade diakhiri; bisa jadi perundingan antara Israel dan Turki soal pembebasan blokade Jalur Gaza berhasil. Juga terkait kemungkinan perkembangan upaya sejumlah pihak mewujudkan gencatan senjata jangka panjang antara Hamas dan Israel atau terwujudnya rekonsiliasi Palestina dan otoritas Palestina diterima oleh semua pihak menangangi perlintasan Rafah.
Empat; Masa Depan
Melihat situasi dan realitas politik saat ini, kemungkinan sekenario pertama; berlanjutnya blokade akan terjadi. Sebab pihak yang berkuasa; Israel dan Mesir masih melihat blokade sebagai alat efektif menekuk Hamas dan meminggirkannya serta menjatuhkannya. Tidak ada tekanan berarti mengubah politik kedua pihak ini untuk membuka blokade. Dengan kata lain, jika blokade dibuka, Israel dan Mesir tidak memiliki kepentingan alias kepentingan mereka tidak terwujud.
Rekomendasi;
1. Menerapkan pasal-pasal rekonsiliasi Palestina yang sudah disepakati dan mengakhiri perpecahan internal, menyelesaikan semua persoalan terkait perlintasan.
2. Membentuk panitia berbadan hukum khusus terdiri dari para pakar hukum di level Palestina dan Arab untuk mempersiapkan dakwaan yang mampu mengalahkan Israel secara hukum diawali dari Otoritas Palestina, Arab, negara-negara Islam hingga ke pengadilan kriminal internasional untuk mengkriminalkan blokade Jalur Gaza dan memaksa penjajah membebaskan blokade Jalur Gaza.
3. Segera mengakhiri krisis hubungan Hamas dan Mesir dan mendahulukan kepentingan kemanusiaan dan ekonomi terkait perlinatsan.
4. Hamas harus menunjukkan bahwa mereka pihak yang dipercaya oleh rakyat Palestina di Jalur Gaza dengan turun ke jalan dan memperjelas sikapnya.
5. Memanfaatkan tekanan Turki dan Qatar agar melakukan tekanan lebih kuat membebaskan blokade, terutama Turki terkait syarat membebaskan blokade.
6. Mengefektifkan aktifitas media massa untuk mengurani blokade di level media barat untuk mempengaruhi opini internasional.
7. Menggelar aksi tekanan di ibukota-ibukota di seluruh dunia di negara-negara besar untuk mendorong membebaskan blokade Gaza.(ip)