Apakah Perlu Posisi Arah Kiblat Diperbaharui?

 Apakah adanya perubahan arah kiblat ?

Sejak beberapa daerah di Indonesia terkena bencana gempa bumi, persoalan arah kiblat menjadi bahan perbincangan sebagian orang. Bahkan persoalan ini sempat menjadi perdebatan antara sejumlah ulama dengan ahli astronomi. Dan masyarakat pada umumnya. Di satu sisi, ada yang yakin arah kiblat di beberapa daerah Indonesia berubah berdasarkan pergeseran lempeng bumi karena gempa. Di sisi lain, pergeseran lempengan bumi tidak mengubah arah kiblat karena arah kiblat ditentukan oleh jatuhnya cahaya matahari. Lantas, manakah yang harus menjadi pegangan kita ?

Kata ?Kiblat? berasal dari bahasa Arab, ?Qiblat,? yang artinya arah untuk menghadap. Kita mengenal Kiblat sebagai penunjuk arah shalat menuju lokasi Ka’bah, Mekkah, yang juga disebut-sebut ?Rumah Allah? (baitullah). Selain sebagai penunjuk arah shalat, kiblat pun biasanya dipakai untuk arah kepala jenazah yang dimakamkan dan mengarahkan kepala hewan yang disembelih.

Apakah Perlu Posisi Arah Kiblat Diperbaharui?

Secara historis yang bersumber dari wikipedia, semula kiblat mengarah ke kota Yerusalem. Makanya, menurut Ibnu Katsir, dulu Rasulullah SAW dan sahabatnya shalat menghadap ke arah Baitul Maqdis. Namun, akhirnya Rasulullah SAW lebih suka memilih kiblat shalat ke arah Ka’bah. Meskipun begitu, Rasulullah SAW seringkali melakukan shalatnya di antara dua sudut Ka’bah sehingga Ka’bah berada di antara dirinya dan Baitul Maqdis. Artinya, beliau shalat sekaligus menghadap Ka’bah dan Baitul Maqdis. Kemudian setelah menerima wahyu dari Allah, Rasulullah pun memilih Ka’bah menjadi satu-satunya kiblat untuk shalat.

Sejak Islam terus berkembang ke pelosok dunia, dulu sebagian besar umat sempat kebingungan untuk menentukan arah kiblat seperti yang dilakukan Rasullah. Karenanya, selama berabad-abad, sejumlah ahli matematika dan astronom muslim mencari solusi agar semua umat Muslim di dunia mempunyai pedoman yang tepat untuk mengarahkan kiblatnya. Ilmuwan Muslim Biruni kemudian berhasil menemukan formula perhitungan yang tepat untuk arah kiblat ini bagi umat muslim di penjuru dunia. Penemuan Biruni ini akhirnya disepakati banyak ilmuwan dan ulama dengan memutuskan bahwa penentuan arah kiblat disesuaikan dengan bayangan matahari yang jatuh ke bumi. Setiap tahun ada dua hari ketika matahari berada tepat di atas Ka’bah dan arah bayangan matahari dimanapun di dunia pasti mengarah ke kiblat. Peristiwa ini terjadi setiap tanggal 28 Mei, pukul 09.18 GMT (16.18 WIB) dan 16 Juli 09.27 GMT (16.27 WIB).

Dengan demikian, tak mengherankan, Jumat 16 Juli ini, para ulama menyerukan agar umat muslim pada hari dan jam itu menyempurnakan arah kiblat dengan toleransi waktu selama 15 menit. Seperti berita yang dilansir detik.com, sekretaris MUI Asrorun Niam mengatakan, daerah manapun yang mampu menerima sinar matahari pada pukul itu, itulah kita bisa menera ( baca: menandakan arah kiblat). Arah lawan bayangan itulah arah kiblat berada karena jam itu posisi matahari tepat berada di atas Ka’bah. Asrorun menegaskan, kalau arah masjid kurang pas, tidak serta merta harus membongkar masjid, tetapi cukup tinggal digeser saja sajadahnya.

Dari keterangan tersebut, setidaknya kita lebih tahu bahwa memang arah kiblat tidak berubah. Pasalnya, makna “berubah” konotasinya ekstrem sehingga bisa menganggap perubahan ini bisa berarti mengarah ke belahan dunia lain, seperti ke Amerika, Negara-negara Eropa, Afrika, bahkan Antartika. Berbeda dengan makna “bergeser.” Kalau arah kiblat bergeser kurang tepat, berarti itu bisa disempurnakan atau diarahkan secara tepat. Hal ini akan menghindari kesalahpahaman bahwa adanya perubahan pada kiblat karena pergeseran lempeng bumi. Kalaupun ada, pergeseran tersebut harus berlangsung ratusan tahun (sumber: Lembaga Penerbangan dan Antariksa Nasional

Bahwa arah kiblat tidak berubah ditegaskan juga Dr. T Djamaluddin, dari LAPAN dan juga anggota Badan Hisab Rukyat Kementrian Agama RI. Menurutnya, arah kiblat sebenarnya tidak berubah. Yang diperlukan adalah penyempurnaan dan pemeriksaan ulang karena sebagian besar masjid atau musala arah kiblatnya ditentukan sekedar perkiraan dengan mengacu sekarang kasar arah kiblat masjid yang sudah ada atau dengan menggunakan kompas yang tidak akurat. Djamaluddin menambahkan, arah kiblat bisa ditentukan dari bayangan benda vertikal, misalnya tongkat, kusen jendela, pintu. Atau sisi bangunan. Dengan mengacu pada dua waktu ketika matahari tepat di atas ka’bah, yang disebutkan tadi, kita bisa mencari ketepatan arah kiblat dari ujung bayangan ke arah tongkat.(alfmgz)
pageads
Tag : Syariah