Hari ini sejumlah menteri Kabinet Kerja melakukan rapat dipimpin Presiden Joko Widodo (Jokowi) membahas finalisasi Nota Keuangan 2017, yang akan dibacakan Jokowi di DPR pada 16 Agustus 2016.
Nota Keuangan ini akan menjadi dasar untuk membuat Rancangan APBN 2017. Usai rapat, Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengungkapkan soal beratnya kondisi ekonomi yang tercermin dari tekanan pada penerimaan pajak.
Sri Mulyani mengatakan, untuk merancang Nota Keuangan 2017, demi menjadi APBN yang kredibel, maka pemerintah akan melihat kemungkinan kondisi yang akan dihadapi di tahun ini dan dua tahun terakhir.
"Untuk tahun 2016, sesudah melihat realisasi dari tahun 2014-2015, jadi dua tahun terakhir, penerimaan perpajakan memang mengalami tekanan yang sangat berat," kata Sri Mulyani usai rapat di Istana Negara, Jakarta, Rabu (3/8/2016).
Tekanan pada penerimaan pajak ini terjadi karena turunnya harga komoditas, seperti minyak dan gas (migas), batu bara, kelapa sawit, serta pertambangan lainnya.
"Kami juga melihat di sektor-sektor seperti perdagangan, konstruksi juga mengalami situasi tekanan yang cukup terlihat dari segi volume. Sampai hari ini kita melihat bahwa sektor-sektor tersebut pertumbuhannya hanya separuh dari tahun-tahun sebelumnya," imbuh Sri Mulyani.
Lalu, Sri Mulyani bercerita soal pelemahan perdagangan dunia yang mengakibatkan turunnya laju ekspor dan impor di Indonesia sejak kuartal I-2015 hingga semester I-2016 lalu. Ini bakal menjadi perhitungan pemerintah dalam merancang Nota Keuangan 2017.
"Maka Kemenkeu hari ini melaporkan kepada Bapak Presiden, Wapres dan Sidang Kabinet bahwa penurunan dari potensi penerimaan pajak 2016 akan cukup signifikan. Ini dikarenakan basis penghitungan target penerimaan pajak di 2016 yang disetujui oleh DPR APBN-P itu basisnya masih menggunakan angka ekonomi yang cukup tinggi, yaitu target penerimaan 2 tahun sebelumnya tahun 2014, 2015, kemudian ke 2016," papar Sri Mulyani.
Mantan Direktur Bank Dunia ini memaparkan realisasi pajak di 2014 yang berada Rp 100 triliun di bawah target. Kemudian di 2015 lalu, saat harga komoditas mulai menurun penerimaan pajak juga meleset Rp 248,9 triliun dari target.
"Oleh karena itu, kami hari ini melaporkan kepada Presiden, Wapres dan sidang kabinet bahwa kami perlu untuk melakukan penyesuaian sehingga APBN kita menjadi kredibel karena tema dari Bapak Presiden adalah terus memperkuat kredibilitas, confidence, serta trust itu harus ditegakkan mulai dari angka-angka APBN yang bisa mencerminkan realita ekonomi yang kita hadapi," papar Sri Mulyani.
Namun, lanjut Sri Mulyani, bukan berarti pemerintah akan mengendurkan penerimaan pajak. Sri Mulyani mengatakan, Presiden Jokowi meminta dirinya untuk optimal meningkatkan pajak. Karena penerimaan pajak dibutuhkan untuk mendanai pembangunan infrastruktur, kemiskinan, pendidikan, kesehatan, dan pengurangan kesenjangan.(detik)
Nota Keuangan ini akan menjadi dasar untuk membuat Rancangan APBN 2017. Usai rapat, Menteri Keuangan, Sri Mulyani, mengungkapkan soal beratnya kondisi ekonomi yang tercermin dari tekanan pada penerimaan pajak.
Sri Mulyani mengatakan, untuk merancang Nota Keuangan 2017, demi menjadi APBN yang kredibel, maka pemerintah akan melihat kemungkinan kondisi yang akan dihadapi di tahun ini dan dua tahun terakhir.
"Untuk tahun 2016, sesudah melihat realisasi dari tahun 2014-2015, jadi dua tahun terakhir, penerimaan perpajakan memang mengalami tekanan yang sangat berat," kata Sri Mulyani usai rapat di Istana Negara, Jakarta, Rabu (3/8/2016).
Tekanan pada penerimaan pajak ini terjadi karena turunnya harga komoditas, seperti minyak dan gas (migas), batu bara, kelapa sawit, serta pertambangan lainnya.
"Kami juga melihat di sektor-sektor seperti perdagangan, konstruksi juga mengalami situasi tekanan yang cukup terlihat dari segi volume. Sampai hari ini kita melihat bahwa sektor-sektor tersebut pertumbuhannya hanya separuh dari tahun-tahun sebelumnya," imbuh Sri Mulyani.
Lalu, Sri Mulyani bercerita soal pelemahan perdagangan dunia yang mengakibatkan turunnya laju ekspor dan impor di Indonesia sejak kuartal I-2015 hingga semester I-2016 lalu. Ini bakal menjadi perhitungan pemerintah dalam merancang Nota Keuangan 2017.
"Maka Kemenkeu hari ini melaporkan kepada Bapak Presiden, Wapres dan Sidang Kabinet bahwa penurunan dari potensi penerimaan pajak 2016 akan cukup signifikan. Ini dikarenakan basis penghitungan target penerimaan pajak di 2016 yang disetujui oleh DPR APBN-P itu basisnya masih menggunakan angka ekonomi yang cukup tinggi, yaitu target penerimaan 2 tahun sebelumnya tahun 2014, 2015, kemudian ke 2016," papar Sri Mulyani.
Mantan Direktur Bank Dunia ini memaparkan realisasi pajak di 2014 yang berada Rp 100 triliun di bawah target. Kemudian di 2015 lalu, saat harga komoditas mulai menurun penerimaan pajak juga meleset Rp 248,9 triliun dari target.
"Oleh karena itu, kami hari ini melaporkan kepada Presiden, Wapres dan sidang kabinet bahwa kami perlu untuk melakukan penyesuaian sehingga APBN kita menjadi kredibel karena tema dari Bapak Presiden adalah terus memperkuat kredibilitas, confidence, serta trust itu harus ditegakkan mulai dari angka-angka APBN yang bisa mencerminkan realita ekonomi yang kita hadapi," papar Sri Mulyani.
Namun, lanjut Sri Mulyani, bukan berarti pemerintah akan mengendurkan penerimaan pajak. Sri Mulyani mengatakan, Presiden Jokowi meminta dirinya untuk optimal meningkatkan pajak. Karena penerimaan pajak dibutuhkan untuk mendanai pembangunan infrastruktur, kemiskinan, pendidikan, kesehatan, dan pengurangan kesenjangan.(detik)