Masih segar dalam ingatan saya dulu saat pertama memakai seragam putih abu-abu. Pertama kalinya menghirup atmosfer SMA, sebuah masa di mana makhluk yang biasa disebut "remaja" berkelana mencari jati diri. Bersama ratusan anak yang juga berstatus sama (siswa baru), saya menapaki langkah baru dalam perjalanan hidup. Sebuah ruang berbatas, namun memiliki pelajaran tak terhingga. SMA N 14, itulah tempat pertama saya menjajali masa-masa SMA. Sebuah sekolah sederhana, namun sarat dengan makna kehidupan (serius..)
Awal masuk ke sini sih biasa, ada MOS (Masa Orientasi Siswa). Keliling sekolah, perkenalan elemen-elemen sekolah; kantin, masjid :), toilet, ruang-ruang kelas, dll. Juga perkenalan kakak-kakak kelas yang narsis luar biasa. Tapi, perkenalan mereka ternyata punya maksud tersendiri, yang akhirnya jadi bekal untuk menapaki kerasnya hidup di sekolah ini. Tak hanya itu, promosi ekskul pun gencar dilakukan. Mulai dari yang adem ayem, sampe yang heboh membahana tumpah ruah di lapangan yang luasnya tak seberapa itu. Begitulah, sinopsis awal dari tapak langkah kaki saya di SMA N 14.
Tapi, bukan itu yang akan jadi inti postingan ini. Yang akan jadi hot topic di sini, yaitu salah satu dari kegiatan sekolah ini yang begitu berjubel.
Berawal dari kegiatan MOSIS (Masa Orientasi Siswa Islam). Tempatnya di Masjid Al-Huda. Agak asing namanya, tapi yasudah lah, lanjut, toh niat para pelaksana kegiatan ini insya Allah baik, pikir saya. *blablabla..bla..bla* (lupa ngapain aja pas di acara itu hehe). Lanjut. Tiba-tiba, semua anak yang sekelas dengan saya, yaitu anak-anak XG, diperintahkan untuk berkumpul. Duduk di salah satu sudut mesjid membentuk satu lingkaran. Dan, dua kakak senior turut duduk bersama. 'Lingkaran' kecil itu akhirnya mulai memperkenalkan dirinya masing-masing. Ternyata, 'lingkaran' itu adalah kegiatan dari ROHIS sekolah ini, biasanya disebut dengan mentoring.
Ya, kami berkumpul, membentuk lingkaran, saling memperkenalkan diri, mencairkan suasana, hingga lama kelamaan menjadi tempat untuk saling menimba ilmu. Dua kakak senior tadi itulah yang menjadi pembimbing kami. Mereka disebut murabbi. 'Lingkaran' ini begitu sederhana, tapi isinya gak main-main. Di dalam 'lingkaran' ini kita tertawa, merenung, dan saling tersenyum (gak pernah nangis hehe).
Mentoring, begitulah 'lingkaran' ini biasa disebut. Betapa ada sesuatu dari 'lingkaran' ini. Ternyata, ini adalah satu bentuk transfer pelajaran hidup, yang tidak diajarkan oleh guru-guru kebanyakan. Ilmu tentang agama secara mendetail; fiqih, hadits, tsaqofah, dll. Mentoring ini ternyata juga punya banyak nama, misal aja liqo.
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah memperkenalkan saya pada mentoring ini. Banyak pelajaran berharga yang saya dapat dari sini. Tentang tujuan hidup, pengorbanan, mencinta saudara seiman, dll. Kini, selesai sudah petualangan mentoring di SMA. Saya sudah lulus. Meninggalkan banyak kenangan, tapi membawa sejuta bekal dan pengalaman. Insya Allah, saya akan melanjutkan lagi perjalanan mentoring ini di dunia perkuliahan nanti, di Universitas Gadjah Mada (aamiin). Menapaki lagi suka duka cerita hidup, berbagi dalam penderitaan dan kesenangan bersama saudara seperjuangan. Ditemani oleh murabbi yang tanpa lelah membimbing, memberi ilmu-ilmu untuk bekal hidup.
Akhirnya, suatu saat nanti, perjalanan mentoring di kampus pun akan berakhir, insya Allah. Menuju jenjang hidup yang lebih tinggi, dengan melewati satu proses sakral yang dinanti; pernikahan. Menjadi seorang suami bagi istri yang solehah, ayah bagi anak-anak yang soleh-solehah (aamiin). Dari sini pula, status saya akan bertambah. Yang dulu hanya seorang mutarabbi, harus menjadi seorang murabbi.(hilma)
Awal masuk ke sini sih biasa, ada MOS (Masa Orientasi Siswa). Keliling sekolah, perkenalan elemen-elemen sekolah; kantin, masjid :), toilet, ruang-ruang kelas, dll. Juga perkenalan kakak-kakak kelas yang narsis luar biasa. Tapi, perkenalan mereka ternyata punya maksud tersendiri, yang akhirnya jadi bekal untuk menapaki kerasnya hidup di sekolah ini. Tak hanya itu, promosi ekskul pun gencar dilakukan. Mulai dari yang adem ayem, sampe yang heboh membahana tumpah ruah di lapangan yang luasnya tak seberapa itu. Begitulah, sinopsis awal dari tapak langkah kaki saya di SMA N 14.
Tapi, bukan itu yang akan jadi inti postingan ini. Yang akan jadi hot topic di sini, yaitu salah satu dari kegiatan sekolah ini yang begitu berjubel.
Berawal dari kegiatan MOSIS (Masa Orientasi Siswa Islam). Tempatnya di Masjid Al-Huda. Agak asing namanya, tapi yasudah lah, lanjut, toh niat para pelaksana kegiatan ini insya Allah baik, pikir saya. *blablabla..bla..bla* (lupa ngapain aja pas di acara itu hehe). Lanjut. Tiba-tiba, semua anak yang sekelas dengan saya, yaitu anak-anak XG, diperintahkan untuk berkumpul. Duduk di salah satu sudut mesjid membentuk satu lingkaran. Dan, dua kakak senior turut duduk bersama. 'Lingkaran' kecil itu akhirnya mulai memperkenalkan dirinya masing-masing. Ternyata, 'lingkaran' itu adalah kegiatan dari ROHIS sekolah ini, biasanya disebut dengan mentoring.
Ya, kami berkumpul, membentuk lingkaran, saling memperkenalkan diri, mencairkan suasana, hingga lama kelamaan menjadi tempat untuk saling menimba ilmu. Dua kakak senior tadi itulah yang menjadi pembimbing kami. Mereka disebut murabbi. 'Lingkaran' ini begitu sederhana, tapi isinya gak main-main. Di dalam 'lingkaran' ini kita tertawa, merenung, dan saling tersenyum (gak pernah nangis hehe).
Mentoring, begitulah 'lingkaran' ini biasa disebut. Betapa ada sesuatu dari 'lingkaran' ini. Ternyata, ini adalah satu bentuk transfer pelajaran hidup, yang tidak diajarkan oleh guru-guru kebanyakan. Ilmu tentang agama secara mendetail; fiqih, hadits, tsaqofah, dll. Mentoring ini ternyata juga punya banyak nama, misal aja liqo.
Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang telah memperkenalkan saya pada mentoring ini. Banyak pelajaran berharga yang saya dapat dari sini. Tentang tujuan hidup, pengorbanan, mencinta saudara seiman, dll. Kini, selesai sudah petualangan mentoring di SMA. Saya sudah lulus. Meninggalkan banyak kenangan, tapi membawa sejuta bekal dan pengalaman. Insya Allah, saya akan melanjutkan lagi perjalanan mentoring ini di dunia perkuliahan nanti, di Universitas Gadjah Mada (aamiin). Menapaki lagi suka duka cerita hidup, berbagi dalam penderitaan dan kesenangan bersama saudara seperjuangan. Ditemani oleh murabbi yang tanpa lelah membimbing, memberi ilmu-ilmu untuk bekal hidup.
Akhirnya, suatu saat nanti, perjalanan mentoring di kampus pun akan berakhir, insya Allah. Menuju jenjang hidup yang lebih tinggi, dengan melewati satu proses sakral yang dinanti; pernikahan. Menjadi seorang suami bagi istri yang solehah, ayah bagi anak-anak yang soleh-solehah (aamiin). Dari sini pula, status saya akan bertambah. Yang dulu hanya seorang mutarabbi, harus menjadi seorang murabbi.(hilma)
Tag :
liqo